![]() |
Komunitas SIGI Makassar |
Bagi saya, berkarya tidak memiliki batas, apalagi jika dikaitkan dengan background pendidikan kita, tidak ada larangan untuk mencoba hal apa saja selama dalam zona positif. Bisa jadi kita baru menemukan passion kita diluar dari jurusan yang kita ambil sewaktu kuliah misalnya. Memiliki ide-ide kreatif tentu saja tidak sekedar mengutarakannya, perlu action, dukungan dan wadah untuk merealisasikannya. Salah satu cara yang paling simpel ya dengan berkomunitas.
Apa Perlu Berkomunitas?
Berkomunitas memang bukan hal yang krusial, semua orang bisa berkarya tanpa harus ikut dalam komunitas tertentu. Tapi ketika saya membawa ke diri pribadi, jika di beri level 1 sampai 10, maka tingkat keharusan berkomunitas itu ada pada level 8 untuk diri saya. Manusia sebagai makhluk sosial perlu interaksi dan respon terhadap ide-ide kita. Nah jika ada alasan yang muncul misalnya respon bisa dari siapa saja, tentu efeknya berbeda ketika yang memberikan masukan berasal dari orang-orang yang memiliki passion yang sama atau orang-orang yang terkumpul dalam suatu wadah yang sesuai bidang yang kita tekuni.
![]() |
Kelas Kreatif "Merdeka dengan Berkarya" |
Sebagai manusia yang lahir setelah tahun 1980an, saya bersyukur karena memiliki peluang yang lebih besar untuk lebih kreatif di era digital ini. Tidak hanya saya, orang-orang disekitar saya pun beramai-ramai membentuk komunitas, start-up, dan usaha-usaha kreatif lainnya dengan ide-ide yang patut di acungi jempol. Terlihat dari antusias anak muda Makassar, yang tampak di Pesta Komunitas Makassar pada 20 Agustus 2017 kemarin yang diikuti oleh 300 komunitas di Makassar. Mengangkat tema "Merdeka dengan Berkarya", yang menurut saya sangat sesuai untuk mewujudkan Makassar Kreatif.
Berkomunitas Tidak Hanya Sekedar Ngumpul
Sering kita melihat sekumpulan anak muda nongkrong di warkop atau cafe secara rutin dan biasanya mereka menjadikan salah satu tempat tersebut sebagai base camp. Tak jarang komunitas melakukan hal seperti itu, tapi bedanya mereka tidak hanya sekedar ngumpul dan bercerita hal kosong. Topik yang paling sering diangkat adalah membahas program kerja, atau kegiatan-kegiatan yang melibatkan komunitas tersebut.
Hal paling asyik memang jika ngumpul bareng teman-teman dan bersenda gurau, tapi jadikan ngumpul itu berkualitas agar waktu tidak terbuang percuma. Saya sendiri mengupayakan setiap ngumpul itu harus mendapatkan hal positif, ntah itu mendapatkan ilmu baru, pengalaman baru, atau kita sendiri yang membagi pengalaman, sebab berbagi tidak membuatmu rugi.
Esensi Berkomunitas
Saya sangat tertarik dengan perkataan mbak Dwinta Larasati selaku Co-Founder Bandung Creative City Forum (BCCF) pada Kelas Kreatif yang diselenggarakan oleh Komunitas Makassar, bahwa sebuah komunitas haruslah memikirkan masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan mencari solusi yang efektif.![]() |
Pesta Komunitas Makassar 2017 |
Esensi dari berkomunitas menurut beliau, tidak hanya sekedar "pamer" karya, berbagi pengalaman, atau interaksi yang mungkin mendominasi internal komunitas saja. Namun, beliau mengajak komunitas-komunitas untuk membantu menyelesaikan masalah di lingkungan sekitar kita yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Beliaupun memberikan contoh ide-ide kreatif untuk menyelesaikan masalah lingkungan, tanpa harus "menyentuh" langsung pokok permasalahan dengan maksud agar masyarakat tidak memberikan respon "penolakan" terhadap ide yang ingin kita realisasikan.
Membentuk Start-up Melalui Komunitas
Bukan hal aneh, jika di era digital ini banyak anak muda yang berhasil membentuk sebuah perusahaan, menciptakan lapangan kerja. Itulah mengapa kebanyakan "anak zaman teknologi" ini tidak seaktif dulu dalam mencari pekerjaan. Setelah selesai kuliah, mereka tidak lagi sibuk mencari pekerjaan, mereka lebih memilih membuka usaha bareng teman, atau bekerja sebagai freelancer dengan bermodalkan laptop dan internet.
Apa kaitan komunitas dengan start-up? Bagi saya, komunitas adalah ladang bagi pencipta ide-ide kreatif untuk meng-goal kan karyanya. Ide itu tidaklah mahal, karena yang mahal itu merealisasikannya. Sebelum bergabung dalam sebuah komunitas, saya sempat berfikir bahwa komunitas hanya membuang waktu, lebih baik berkarya, menciptakan produk unik yang bermanfaat dan memiliki nilai jual. Tapi banyak ide-ide yang pada akhirnya bertumpuk tanpa realisasi. Sayapun sadar ternyata butuh orang-orang untuk membantu mewujudkan ide tersebut. Mungkin saya lupa kalau manusia adalah makhluk sosial.
Bergabung dengan komunitas, tentu kita banyak bertemu dengan orang-orang yang berbeda passion dan profesi, hal inilah yang bisa kita manfaatkan, karena mungkin saja, kita menemukan teman yang memiliki passion sama yang nantinya dapat membantu jalannya usaha yang kita inginkan. Dari ngumpul, membentuk komunitas dengan passion yang sama dan pada akhirnya membuat start-up, inilah generasi millenial.
0 comments:
Post a Comment